FOLLOW my twitter and instagram account @ononovia :) thank you

Minggu, 21 Februari 2016

Apa Yang Spesial dari (band) BLUR?

                                                                            

            Kalau udah ngomingin ikon musik Britpop, siapa yang kalian sebut? Oasis? Radiohead? Suede? No, It’s Blur. Blur dibentuk oleh 4 remaja British asal Essex London eksentrik yang punya taste of music berbeda dari yang lain. Beberapa orang mungkin kenal dengan Oasis, Radiohead, atau Suede yang merajai musik British di era 90an. Kalo kalian masih ngaku fans British pop tapi belum pernah dengerin Blur, coba denger lagu-lagu dari Blur. Niscaya pandangan kalian tentang Britpop bakal berubah.



            Berawal dari kebiasaan kakak cowok (dulu dia masih kuliah) yang suka banget musik-musik British dan sering nongkrongin MTv buat nonton klip-klip terbaru dari band-band favoritnya tiap siang hari. Sampai suatu hari tanpa sengaja nonton klip sebuah lagu, judulnya Coffee and Tv. Lagu ini jelas-jelas bukan musik konsumsi anak-anak usia TK, tapi nggak tau kenapa tiap denger lagu ini rasanya seneng. Ditambah lagi klip nya yang nyeritain tentang sebuah kotak susu yang lucu sedang mencari si Graham Coxon (gitaris Blur) yang udah lama hilang dari rumah. Adegan yang hampir selalu bikin nangis tiap lihat klip ini adalah adegan si kotak susu cewe (rasa stroberi) mati, dan adegan terakhir pas Graham nenggak habis si kotak susu cowo sampai dia mati dan pergi ke surga (lalu ketemu kotak susu cewe). Sampai-sampai kakak aku udah tau kalo tiap adegan ini aku pasti bakalan nangis hahaha. Yah itulah lagu dan video klip pertama plus favorit aku dari Blur.



            Jadi, apa sih yang spesial dari si Blur ini?

  •       Personil. Damon Albarn (vokal/keyboard), Graham Coxon (gitar), Alex James (bass), dan Dave Rowntree (drum). Dari semua yang paling spesial dari Blur, apalagi kalo bukan personilnya? Gimana sifat “slenge-an” Damon yang jenius dalam bikin lagu berkolaborasi dengan Graham yang tipe pemikir dan ganteng-ganteng kalem menghanyutkan (apalagi kalo udah megang gitar). Pesona Alex James yang fashionable dan Dave yang paling bisa menenangkan suasana diantara mereka. Pokoknya paduan personil Blur udah paling pas. Bisa dilihat dari masalah keluarnya Graham dari Blur tahun 2002 (pada album Think tank). Ada yang hilang dari Blur. Tapi untungnya Graham kembali ke Blur di tahun 2009. Yeaayy, Graham back to his first love.
  • .       Lagu. Apalagi yang paling menjual dari sebuah band kalau bukan lagunya. Blur selalu punya cara yang unik dan keren dalam memperkenalkan lagu-lagu mereka. Sejak Leisure (1991), Modern Life is Rubbish (1993), Parklife (1994), The Great Escape (1995), Blur (1997), 13 (1999), Think Tank (2003) hingga yang terbaru yaitu The Magic Whip (2015), Blur selalu memberikan kejutan dan warna baru dalam musik-musik mereka. Isi dari lagu Blur beragam mulai dari kisah cinta mendalam dari pengalaman pribadi si vokalis (No Distance Left to Run, Beetlebum dan Tender), sindiran untuk gaya hidup masyarakat (The Universal, End of a Century, Stereotypes, Parklife, Girls and Boys, Country House dan Charmless Man), hingga lagu-lagu absurd seperti There’s No Other Way ataupun Coffee and Tv. Ada yang unik dari salah satu lagu Blur paling fenomenal yaitu Song 2. Lagu dengan sentuhan grunge ini mnerupakan second track dari album “Blur” 1997 dengan durasi lagu 2 menit lebih 2 detik.
  •  .    Video Klip. Blur paham benar bahwa video klip dapat menarik perhatian pecinta musik selain dari isi lagu mereka. Hampir setiap video klip dari Blur punya keunikan tersendiri. Coba saja lihat video klip Charmless Man dan Parklife yang komedi banget, Girls and Boys dan Country House yang meriah, Coffee and Tv yang unik dengan sentuhan animasi, atau hingga video klip Beetlebum, To the End dan No Distance Left to Run yang penuh unsur kelam.
  • .    Film. No Distance Left to Run (2010), sebuah documentary film dari Blur yang menceritakan bagaimana band mereka terbentuk, awal karir mereka, bagaimana mereka pertama kali debut di AS dan homesick dengan Inggris, kesuksesan mereka di usia muda, ketergantungan mereka dengan alkohol, kisah cinta Damon Albarn dengan Justine Frischmann (Elastica), bagaimana kisah perginya Graham dari Blur, hingga kisah romantis mereka saat memutuskan untuk kembali bersama dan manggung bersama lagi di Festival Musik Glastonbury. It’s soooooooo sweeettt. Film yang bukan sekedar film karena beneran kisah nyata dan diperankan oleh mereka sendiri. Kisah persahabatan 4 cowok yang bukan hanya sekedar bermusik bareng, tapi juga sebuah hubungan Brotherzone (karena mereka ber4 sama-sama nggak punya saudara cowok).
  • .       Rival (Blur vs Oasis). “The Battle of Britpop”. Sejak awal kemunculannya, Blur dan Oasis sudah saling berlomba dalam menguasai musik British. Blur yang mempopulerkan Britpop sebagai sebuah jenis musik baru dari Britain dan Oasis yang muncul dengan lagu-lagunya yang easy listening dan gak kalah keren. Perang musik british ini juga panas sejak Damon Albarn memutuskan untuk merilis single Parklife pada hari yang sama dengan dirilisnya single Roll With It oleh Oasis. Damon Albarn juga sempat mengatakan untuk berbagi piala kemenangan Best British Single yang dimenangkan Parklife dengan Oasis. Hal ini memperpanas hubungan antara band asal Essex dengan band asal Manchaster tersebut. Sekitar tahun 2013 ada kabar bahwa Noel Gallagher pentolan Oasis sempat menyanyi bersama Blur membawakan lagu Tender dari Blur. Hal ini menyebabkan kemarahan Liam (adik Noel yang juga mantan personil Oasis—yang sudah bubar 2008 lalu). Lebih seneng sih kalo mereka baikan aja, iya gak? (dan Oasis juga reuni aja hehe)



Jadi, what do you think about blur now? Alangkah lebih baiknya kalian dengerin lagu-lagunya Blur nih. Semua lagu Blur keren-keren kok, asli deh. Buat penutup, ini dia playlist favorit aku dari Blur yang rekomended buat didengerin:
-          She’s so high
-          There’s no other way
-          Bang
-          For tomorrow
-          Sunday Sunday
-          Girls & boys
-          Tracy Jacks
-          End of a century
-          Parklife
-          To the end
-          London loves
-          This is a low
-          Beetlebum
-          Song 2
-          Coffee and Tv
-          No distance left to run
-          Tender
-          Charmless man
-          Country house
-          Stereotypes
-          Best days
-          The Universal
-          It could be you
-          Lonesome street
-          Under the westway



 #BLUR #Blurband #DamonAlbarn #GrahamCoxon #AlexJames #DaveRowntree #Britpop #Britishpop #Song2 #Tender #Beetlebum #Oasis #Britain #Britishmusic #ModernLifeIsRubbish #Leisure #Thinktank #TheMagicWhip #NoDistanceLeftToRun #CoffeeandTv #TheGreatEscape #Elastica 

Jumat, 11 Mei 2012

Fajar di Mata Senja


Tahu apa yang membuatku ragu akan hubungan ini?
Sesuatu yang transparan namun sulit ditembus
Sesuatu yang ringan namun sulit digapai
Atau sesuatu yang ada didepan mata namun tak dapat dipandang
Itulah kita…
Jangan pernah berharap lebih, kumohon..
Karena Fajar dan Senja tak akan pernah muncul bersamaan
Dan mereka tak akan pernah bersama

            Aku adalah aku. Dengan kulit putih yang tetap akan putih meski kujemur berjam-jam dibawah terik matahari. Dan aku tetaplah aku. Aku dengan mata segaris yang tetap terlihat segaris meski sedang membelalak. Atau aku dengan rambut lurus yang selalu lurus tanpa disisir. Mungkin kalian bisa dengan mudah mengenali ras-ku. Kami memang sudah berbaur dengan rakyat pribumi sejak ratusan tahun lalu. Saat nenek moyang kami merantau ke negeri ini.
            Tapi meski sudah ratusan tahun lamanya, dan meski darahku sudah tercampur darah pribumi, tapi ciri-ciri fisik-ku masih tetap sama dengan para nenek moyangku. Hal itulah yang membuatku merasa berbeda.
            Dan perbedaan itu semakin terasa sulit saat aku beranjak dewasa. Saat aku mulai mengenal hal-hal lain yang kubutuhkan dalam hidupku. Saat aku mulai mengetahui sepenggal hal-hal menyenangkan dari dunia ini. Juga saat aku mulai diperkenalkan dengan sebuah istilah cinta.
            Namanya Fajar Setya Dermawan. Aku tidak tahu soal keluarganya, tapi dari cara bicaranya mungkin dia ada sedikit  keturunan Sunda. Aku mengenalnya sejak kelas 1 SMA. Hingga kini kami sama-sama berada dikelas 3, dan kami selalu satu kelas.
            Aku kurang tahu banyak tentangnya. Yang pasti aku sudah menyukainya sejak camping pendidikan dasar dikelas 1 dulu. Aku masih ingat saat dia menuntunku yang sedang linglung ditengah hutan malam-malam. Dia datang disaat aku benar-benar marah pada senior yang seenaknya meninggalkanku sendirian dihutan
 Dengan penerangan senter seadanya, Fajar membawaku kembali ke perkemahan. Sesampainya disana kulihat wajah cemas para senior yang mengkhawatirkanku. Tidak, mungkin lebih tepatnya khawatir jika kalau-kalau aku hilang dan mereka akan didamprat habis-habisan oleh guru kesiswaan. Sungguh, aku ingin memotret wajah-wajah mereka yang segera menghampiriku saat aku dibawa oleh Fajar.
Tapi saat itu, tak pernah kupikirkan lagi wajah konyol para senior itu. Yang kuingat, hanya wajah Fajar. Dibawah remang-remang lampu senter. Aku masih ingat saat ia bertanya, “kamu baik-baik aja?”. Saat itu, aku hanya mengangguk kecil. Entah udara dingin, atau udara yang lain yang membuatku tak mampu menjawab pertanyaan sederhananya. Dan jujur, aku menyesal tidak menjawabnya.
Aku lebih menyesal lagi, karena sejak saat itu aku bahkan tak pernah saling bicara lagi. Selama 3 tahun kami satu kelas, namun entah apa yang membuat kami tak pernah mempunyai kesempatan berbicara. Tapi pernah satu kali, ia sempat tersenyum sekilas padaku saat kami berpapasan didepan toilet. Sungguh, saat itu aku bahagia luar biasa. Lalu kuresmikan toilet siswa sebagai salah satu momentum cintaku.
Aku ingat satu hal lagi yang tidak kalah penting dari cerita diatas. Satu hal yang begitu membuatku merasa cocok dengan Fajar –meskipun kenyataannya cintaku bertepuk sebelah tangan. Ada sesuatu yang begitu aku suka dari kami berdua. Sebuah nama.
Ya, mungkin sebagai turunan Chinese, aku memiliki 2 nama. Tapi di akte kelahiranku, namaku adalah Senja Arini Sanjaya. Ya, nama Senja yang begitu aku suka dari diriku –selain rambut panjang lurusku yang juga kusukai.
Aku suka namaku. Mulanya, memang tak ada yang berarti. Namun setelah mengenal seseorang bernama Fajar yang kini selalu menghantui pikiranku, nama itu menjadi sangat berarti. Kau tahu, Fajar dan Senja adalah pasangan yang paling cocok bukan? Fajar datang disaat pagi, lalu berganti menjadi Senja disaat sore menjelang.

Kamis, 29 Maret 2012

Limbah Kemunafikan


Hidup tak ayalnya bagaikan berjalan ditepi lereng-lereng kemunafikan
Sesekali akan tertimbun longsoran kebohongan yang membawa kita ke jurang para pecundang
Pandanglah hidup dari bawah, dari tempat para kaum pengemis meminta-minta, memunguti butir-butir beras sekedar untuk mempertahankan hidupnya hari ini
Tapi sesekali cobalah pandang hidup dari atas, dari tempat para kaum berdasi menyimpan segelintir senyum memuakkan yang menyengsarakan
Lihatlah, betapa tidak adilnya kehidupan ini
Dan entah apa, orang-orang terus berbondong-bondong mendaki bukit kehidupan dengan semangat dan harapan dapat bertahan hidup
Padahal mungkin, matilah jawaban terbaik dari segala kemunafikan dan kebohongan ini
Namun semua terjawab, karena dosa
Dan genangan-genangan dosa, membuat manusia lebih betah mengarungi lautan kehidupan dari pada mati dengan kekosongan
Tak peduli meskipun lautan telah tercemari limbah kemunafikan
Bagi mereka, menyingkir dari tanggungan dosa adalah jalan terbaik
Meskipun akhirnya, jalan itu akan menabung beberapa simpanan dosa lagi
Yang tercipta dari segala kebohongan, kemunafikan, dan kesombongan kita sendiri

Aku.. dan Kamu


Senyumanmu adalah pemicu senyumku
Gurauanmu adalah pemicu dari tawaku
Sorot matamu adalah awal dari kerling mataku
Segala kesusahanmu adalah sebab dari kesedihanku

Aku.. dan dirimu
Terlepas dari batas-batas lahiriah,
Namun tersatukan pada batas-batas batiniah
Berpikir dari dua otak yang berbeda,
Namun satu dalam akal
Merasa dari dua hati yang berbeda,
Namun satu dalam kasih

Aku.. dan dirimu
Dua orang yang berbeda, tetapi satu hal yang sama
Bersama dalam sebuah perasaan bertajuk kasih
                Dan bersatu dalam sebuah kisah bertema sayang      

Rabu, 28 Maret 2012

Sepenggal Kisah Lalu



            “Christie, cinta memang terkadang membutakan kita dari segalanya. Karena memang cinta memiliki sebuah sisi gelap dibalik keindahan sisi terangnya. Tapi jangan terkecoh Chris, jangan pernah sudi dibutakan oleh cinta. Karena kitalah yang lebih berhak mengendalikan cinta kita sendiri…”

           
Matahari kian condong kebarat, sesekali seakan-akan terbelit awan putih yang setia mendampingi disisinya. Warnanya yang jingga dan menyilaukan mata seakan menjadikan suasana lebih romantis.
Disini, dibawah pohon jambu monyet dikebun dekat rumahku, spot favoritku bersama Christie, sahabat kecilku yang masih akan terus menjadi sahabatku entah sampai kapan. Sepulang sekolah, kami selalu mampir kemari. Entah itu untuk sekedar mengobrol, curhat, menangis, tertawa, atau sekedar menunggui sang mentari terbenam, seperti saat ini.
Kulirik sedikit Christie dari sudut mataku. Matanya terbelalak, bibir kecilnya tersenyum tipis mengantar kepergian sang mentari. Dibalik remang cahaya matahari senja yang tetutupi rimbun dedaunan pohon jambu, aku masih bisa melihat jelas wajah cantiknya.
Aku suka. Ya, sejak dulu aku memang menyukainya. Aku suka wajah putih dan kulit langsatnya. Aku suka rambut lurus hitamnya yang panjang. Aku suka mata sipitnya,. Memang dia keturunan Chinese. Tapi mungkin itulah yang aku suka darinya. Perawakan dan wajahnya yang berbeda dari gadis-gadis lain, justru membuatnya lebih special bagiku.
“Agatha…?” panggil Christie, pelan.
Aku menoleh, dan segera tersadar dari lamunanku tentangnya. “Apa Chris..?”
“Udah sore ah, pulang yuk. Takut papa-ku marah.” Ajaknya, sambil lekas berdiri dan membenahi kantongnya.
“Eh, iya udah mau adzan maghrib nih. Aku antar yah?” aku segera berdiri dan membenahi kantongku juga.
“Nggak usah Gat, aku nggak mau lihat lagi ekspresi kesel papa tiap kali aku dianter kamu…” katanya sembil tersenyum kecut.
Aku membalasnya dengan senyuman hangat dibibirku. “Nggak apa-apa Chris, aku ‘kan harus terbiasa sama ekspresi kesel papa kamu, hehehe..”
“Ayolah Gat, jangan pancing amarah papa dong. Dia bener-bener nggak suka lihat aku temenan sama anak pribumi.”
“Mungkin nggak suka karena kamu temenan sama aku. Yang beda ras dan agama sama kamu….” Kataku santai, sambil menatap wajah Christie.
Kini Christie yang membalas tatapanku dengan heran dan kesal. Kembali, kulontarkan senyuman hangat untuknya. “Udah deh Chris, yuk pulang….”


“Apa? Kamu mau pindah kemana Gat? Kenapa mendadak?!” suara manja Christie, kini terdengar cukup keras ditelingaku. Matanya berkaca-kaca, menahan tangis. Jangan menangis Chris, sungguh aku tidak ingin melihatmu menangis disini.
“Maaf Christie, aku harus ikut ibuku ke Aceh. Kami sudah tidak bisa tinggal disini. Ayah dan ibuku berpisah, terpaksa aku…” aku menundukkan kepalaku, tidak meneruskan kata-kataku. Tak kuasa menatap wajah Christie yang kini sudah dibanjiri air mata.
“Agatha… jangan lupain aku ya. Janji ya… kamu bakal balik lagi sama aku. Kamu janji ya Gat, aku juga janji bakal terus nunggu kamu disini Gat.” Ujar Christie lirih.
Aku hanya mengangguk lemah. Suaraku seakan tertahan oleh perasaanku yang meluap. Beberapa saat, kami hanya terdiam didalam kesunyian dibawah pohon jambu ini. Tempat favoritku dengan Christie. Tempat kami membagi kisah bersama. Dan aku berharap, akan ada kasih juga yang kami bagi bersama. Entah suatu saat nanti, mungkin.
Sebelum aku pergi ke NAD, aku dan Christie mengukir sebuah kalimat dengan pisau lipat dibatang pohon jambu itu. ‘Basecamp Agath dan Chris’. Kalimat itu tiba-tiba saja ingin aku ukir dibatang pohon jambu kenangan kami. Setidaknya bisa menjadi obat kangen Christie padaku sewaktu-waktu.


Waktu melesat cepat bagaikan anak panah. Delapan tahun telah berlalu dan aku telah banyak berubah. Masa-masa remaja yang pahit telah merubahku menjadi seorang pria yang sukses diumurku yang baru menginjak 24 tahun.
Hari ini, aku bertekad untuk kembali ke Bandung. Sekedar menengok kampung halamanku semasa kecil, juga dengan alasan lain tentunya. Ingin menemui Christie, sahabat dan cinta pertamaku. Dengan harapan, ia masih menungguku dibawah pohon jambu kenangan kami.
Banyak yang berubah dari desaku yang dulu. Kebun dekat rumah yang dulu menjadi spot favoritku telah berubah menjadi sebuah taman kanak-kanak islami. Tapi pohon jambu kenangan itu masih tetap ada. Berdiri tegak dengan kokohnya, meskipun warna batangnya sudah sedikit menghijau karena lumut.
Aku mendekati pohon itu, meraba batangnya yang lembab. Kusingkirkan benalu-benalu yang menempel. Mataku pun terbelalak kaget bercampur gembira. Ukiran itu masih ada. ‘Basecamp Agath dan Chris’. Masih terpampang jelas, meskipun sudah mulai memudar karena tertutupi lumut.
Aku tersenyum tipis dengan hati yang lega. Tempat ini memang sudah banyak berubah, tapi kenangan disini tidak akan pernah berubah. Sampai kapan pun.
Tiba-tiba seorang gadis kecil menghampiriku yang sedang terduduk santai dibawah pohon jambu. Wajahnya yang mungil, kecil dan putih seakan-akan mengingatkanku pada seseorang. Christie.
“Om ngapain disitu, banyak ulet tau!” ujar bocah manis berjilbab itu, dengan suara kecilnya yang cempreng.
Aku tersenyum lembut sambil menatapnya. Matanya benar-benar mirip Christie. “Om lagi melamun. Kok adek belum pulang?” tanyaku sambil melihat ke sekitar taman kanak-kanak yang sudah mulai sepi.
“Lagi nunggu mama. Mama lama sih, aku suka pulang paling akhir jadinya.” Omel gadis kecil itu, manja.
            “Memang mama adek kemana?” tanyaku lagi, sambil mengelus-elus rambutnya.
            “Mamaku kerja, terus harus beres-beres rumah. Pokoknya mama sibuk banget.”
Aku hanya tersenyum saja melihat kebawelan gadis kecil ini. Lucu, polos, mirip sekali seperti Christie. Uh, aku jadi ingin cepat-cepat bertemu Christie nih.
“Oh iya, namamu siapa dek?”
“Aku Aristy, 5 tahun, kelas O kecil.” Kata bocah bernama Aristy itu, sambil mengulurkan tangannya. Aku membalas uluran tangannya yang kecil sambil tersenyum gemas.
“Nama om Agatha, salam kenal ya Dek Aristy…”
“Eh om, itu mama aku udah datang….” Aristy segera menghambur menuju ibunya yang baru saja turun dari becak.
Seorang ibu yang masih muda, dengan jilbab merah muda yang serasi dengan wajahnya yang putih. Tunggu, aku merasa familiar dengan wajah itu. Ya, wajah yang begitu kurindu-rindukan. Christie?
Aku segera berlari menghampirinya, “Christie….!!” Panggilku, hampir berteriak.
Seketika ia menoleh dengan wajah keheranan. Dan benar saja, seorang Christie yang dibalut busana muslim dan jilbab kini ada dihadapanku. Mataku terbelalak dan mulutku hampir terbuka. Ia masih sama, tidak berubah sedikitpun. Mungkin penampilan dan riasannya memang berubah, tapi dimataku ia masih Christie yang dulu.
“A, Agatha…??” tanyanya, setengah tak percaya.
“Chris, ini aku. Aku ‘kan udah janji bakal balik lagi kesini buat nemuin kamu!”
“Kamu beneran Agatha..??” tanyanya lagi, masih tak percaya melihatku.
“Iya Chris, aku Agatha…”
Christie tersenyum kecut. Air matanya mulai terkumpul disudut-sudut matanya. Wajahnya yang sendu, mengingatkanku pada kejadian 8 tahun yang lalu. Saat aku akan pergi ke Aceh meninggalkannya.
Tiba-tiba aku merasa terhenyak. Sebuah hantaman keras seakan memukul jantungku tatkala kulihat Christie saat ini, dengan busana muslimnya, sambil menuntun seorang gadis kecil yang lucu. Dan dijari manisnya, terlingkar sebuah cincin emas bertabur permata yang indah.
“Christie… kau…?” tanyaku, dengan mata terbelalak.
Christie menunduk. Air mata mengucur dari sisi-sisi matanya. Membanjiri wajah manisnya yang begitu kurindukan. Mengapa? Mengapa lagi-lagi aku melihat Christie menangis?
“Ma, mama kenapa nangis..?” tanya Aristy, bingung.
Christie pun segera menghapus air matanya, lalu menggendong Aristy kecil yang sedang kebingungan. “Nggak sayang, mama kelilipan.” Ujarnya sambil tersenyum, kecut.
Sambil menggendong Aristy, ia pun menghampiriku yang masih membisu dengan sejuta pertanyaan. Kami saling menatap satu sama lain, lalu Christie pun tersenyum sambil terus menatapku.
“Agatha, aku senang. Sangat senang melihatmu kembali disini menepati janji kita dulu. Tapi maaf Gat, akulah yang telah melanggar janjiku. Aku sudah….” Christie menghentikan kata-katanya, wajahnya tertunduk, dan air matanya kembali mengalir. “Aku sudah menikah, dengan Bang Akbar….” Lanjutnya, lirih.
Mataku kembali terbelalak, dan sebuah hantaman yang lebih keras kembali menghujam jantungku. “Ke, kenapa bisa Chris… bukankah papa-mu…?”
“Papaku meninggal, beberapa bulan setelah kau pergi ke Aceh. Aku sebatang kara Gat, aku tak punya siapa-siapa lagi selain papa. Tak ada yang mau menampungku. Akhirnya aku pun dipungut keluarga Bang Akbar, dan demi membalas jasanya aku rela dijadikan istri keduanya….” Christie menjelaskan, sambil memeluk Aristy erat. Tetesan air mata terus mengalir dari mata indahnya.
Aku menatap Christie, tak percaya. Ternyata waktu delapan tahun telah banyak merubah segalanya. Juga hidup Christie. “Tak apa Chris, aku senang…” ucapku, bergetar. “Kuharap dirimu yang sekarang akan lebih bahagia dengan keluarga dan gadis kecilmu. Aku senang, melihatmu telah berubah seperti ini….”
Christie membalas tatapanku dengan sendu. Lagi, tatapan itu tatapan yang pernah aku lihat. Ketika ia menahanku yang hendak pergi ke Aceh. Dan sekarang aku melihat lagi tatapan sendu itu.
“Sekarang aku muslim Gat. Aku tidak menyesal, aku bahagia. Mungkin inilah jalan hidupku Gat. Maafkan aku ya, tidak bisa menepati janji kita dulu….”
“Iya, tak apa. Musibah tidak pernah ada yang tahu akan datang kapan. Aku turut bahagia saja ya Chris….”
Dengan sekilas senyuman tipis yang pahit, aku pun pergi. Meninggalkan Christie, dan gadis kecilnya, Aristy. Meninggalkan satu-satunya alasanku kembali ke Bandung. Rasanya sungguh sakit, kecewa, kesal. Hilang sudah cinta pertamaku, yang sudah kutunda-tunda delapan tahun lamanya. Semuanya tinggal sepenggal kisah lama. Tak berbekas.
“Agathaaa….!!!!” Tiba-tiba Christie mengejarku yang sudah berjalan cukup jauh. Menarikku, dan seketika menelungkupkan wajahnya kedadaku. Memelukku erat.
“Chri, Christie, kenapa…??” tanyaku, kaget
“Jangan Gat, jangan pergi….” Ujar Christie, ditengah isakan tangisnya. “Jangan kembali ke Aceh Gat, jangan tinggalin aku lagi Gat, kumohon…..”
“Chris…?” aku mengangkat wajah Christie, menghapus air mata yang berlinang dipipinya. Kutatap wajahnya lekat-lekat. Matanya menyorotkan kesedihan dan kerinduan luar biasa. “Maaf Chris… maaf. Kau istri orang sekarang….”
“Biar Gat, aku rela ikut denganmu Gat. Aku mencintaimu….” Lirih Christie
Kembali aku menatapnya, dengan sebuah rasa bersalah didadaku. Kulirik Aristy yang berdiri dengan bingung disamping ibunya. Aku mengelus rambutnya, dan menggendongnya ke pangkuanku. Lalu aku lihat Christie yang masih saja terisak dalam tangisnya.
“Aku juga mencintaimu Chris, itu alasanku kembali kesini...” Kataku, sambil memindahkan Aristy kegendongan ibunya.
“Kalau begitu, jangan pergi. Kau juga mencintaiku ‘kan, Gat…”
Aku terhenyak. Rasa bersalah yang begitu besar menjalari perasaanku. Tak tega meninggalkan Christie lagi. Tapi, tak bisa. Tak bisa, dia kini milik orang lain.
“Christie, cinta memang terkadang membutakan kita dari segalanya. Karena memang cinta memiliki sebuah sisi gelap dibalik keindahan sisi terangnya. Tapi jangan terkecoh Chris, jangan pernah sudi dibutakan oleh cinta. Karena kitalah yang lebih berhak mengendalikan cinta kita sendiri…”
Kami hening sejenak, hanya saling menatap dan larut dalam pikiran masing-masing. Entahlah, tapi mungkin ia sedang mencerna perkataanku tadi. Karena air matanya tidak mengering juga sejak tadi, berkumpul disudut-sudut mata indahnya.
“Maafkan aku Chris, cerita kita tinggalah kisah lalu. Jalanilah hidupmu yang baru. Berjuanglah dengan sekuat hati untuk melindungi keluargamu yang baru. Kau sudah memiliki gadis kecil sekarang, sayangilah dia. Lupakan cintamu padaku, karena kini ada seorang anak yang lebih berhak menerima cintamu….”
Christie masih saja berlarut-larut dalam tangisannya. Aku mengelus kepalanya yang tertutup rapi jilbab merah muda. “Jangan bersedih lagi…. Christie.”
Kini aku melihat Aristy, gadis kecil yang lucu, mirip sekali dengan ibunya. Aku tersenyum sambil mengelus-elus jilbab kecilnya. “Dek Aristy, jagain mamanya ya. Jangan sampai nangis lagi mamanya…” pintaku, sambil memberinya senyuman hangat.
“Iya om, aku janji….” Aristy mengangguk-angguk lucu.
Aku lekas berbalik. Meninggalkan lagi Christie untuk yang kedua kalinya, juga untuk yang terakhir kalinya. Meninggalkan kembali wanita yang pernah mengisi kehidupanku. Christie yang menangis dengan menggendong Aristy dipelukannya, masih belum beranjak juga. Kepedihan dan kesusahan sudah banyak merubah dirinya.
Matahari senja mulai memancarkan cahaya jingganya. Aku menatap kelangit dengan senyuman pahit dan segores luka dihati. Malam ini juga, aku putuskan untuk kembali ke Aceh.
Selamat tinggal Christie, selamat tinggal lagi. Jadilah wanita yang kuat demi gadis kecil dan suamimu. Lupakanlah aku. Sepenggal kisah lalu yang pernah terukir dihatimu. Dan mulai saat ini, aku pun akan berusaha melupakanmu. Melupakan segala tentang kita dan pohon jambu kenangan kita.

Sepenggal Kisah Lalu
-TAMAT-